Sabtu, 14 Juli 2018

PETITIH ADAT ALAM KERINCI (1 dari 2)


PETITIH ADAT ALAM KERINCI

Petitih adat alam Kerinci yang telah turun-temurun dari nenek moyang kita dan keputusan adat di atas Bukit Sitinjau Laut, rapat dihadiri oleh :

  1. Raja Membujur dari Jambi,
  2. Raja Melintang dari Indrapura,
  3. Depati Empat Delapan Helai Kain serta Pegawai Rajo Pegawai Jenang.



“BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM”
Aslumminallah-rasulu minannabi: Asal datang dari Allah Rasul datang dari nabi

Di atas nama waris yang dijawab, khalifah ang dijunjung, waris yang datang dari sabijatullah,
      Khalifah datang dari rajo,
      Lembaga datang dari Adam,
      Sembah datang dari Muhammad,
      Gerak datang dari Allah.

Di ateh namo kita yang mengikut agama Allah. Agama Rasul, kutkan olehmu kata Allah dan kata Rasul dan kata Tuhan yang memerintah kamu. Orang yang memerintah kamu adalah orang yang berkata dalam adat dengan lumbago, di dalam undang dengan telitinyo.


KERINCI

1

Mulai berjejak sehelai rumput ante dan sepokok tanduk guri, sedang berkertas daun lunto-lunto, sedang bertabuh batang pulut-pulut, sedang bergendang kulit mamo, kujur bermata segar jantan.
      Semasa itu, kercil uwak gedang uwak, sejak itu telah berada manusia mendiami alam Kerinci dan terdapat tiga orang yang bernama
1)      Siak Ulak di Pengasi,
2)      Siak Lengih (Sabiyatullah) di Kota Pandan,
3)      Singo Lago di Rawang
Rajo Tuah Sultan Bagindo Tuo (di Tanah Korban Jambi) menyuruh Jenang Empat Puluh datang ke Kerinci. Sampai di Tamiai di bawah Beringin Kuning bertemu dengan orang yang bergelar Sitiang Bungkuk Pelango Rajo. Terjadilah pertempuran dan mendapat kekalahan pihak Jenang Empat Puluh.
Siak Ulak Ninik Biang Serai (Ulang Serai) dari Pengasi memakai baju ayat terbang serta pedang serante bale datang menemui Siak Lengih di Koto Pandan (Tanjung Bajurai Pulau Menanti bertitih teras bertangga betung mateman air cuma kunyit tinggal/diam Nago Sakti bergelang emas) adalah berjenjang naik bertakah turun (berilmu) untuk musyawarah menyelesaikan pertempuran itu.
……Sitiang Bungkuk melariak diri karena kekalahannya.
      Setelah keamanan pulih kembali datanglah raja Tanah Jambi dengan membawa undang-undang yang berbiduk, teliti nan bagaleh. Di Talak Air Dingin (Muara Tembesi). Raja tersebut bertemu dengan Datuk Ketemanggungan dari Minangkabau, di kanan Rengas Ajulu, di kiri Tanjung Simalungun, menuju ke Alam Kerinci (Kerinci Rendah Kerinci Tinggi). Kerinci Rendah 3 depati, Kerinci Tinggi 4 depati. Ketujuh depati itu diketuai oleh Siak Lengih. Pangeran Tumenggung kabur di bukit. Pegawai Rajo Pegawai Jenang. Mereka ini adalah orang nyang sebiduk, seperahu, sekandung, sebalai, selaba, serugi, sesopan, semalu, menyuruk samo bungkuk, hilang samo merugi, mendapat samo balabo, terendam samo basah, terapung samo kering. 
      Rombongan itu ditambah Datuk Ketemanggungan ditambah Tuanku Hitam berdarah Putih dari Indrapura ditambah Nyampai Siung, naik ke Bukit Sitinjau Laut. Di sana dibuatlah Balai Yang Tiga (masing-masing beratap ijuk, beratap kayu, beratap daun sike) serta menyembelih kerbau satu setengah ekor (1 kerbau + 1 kambing ireng Kelantan tanduk).
      Undang turun dari Minangkabau terus ke Hiang-Betung Kuning-Cupak-Ambai-Seleman. Seleman bernama Muara Undang. Teliti  mudik dari Bandar Jambi terus ke Tamiai. Tamiai bernama Puncak Teliti.
      Sitiang Bungkuk merasa susah hati. Pisang beletuk menghadap ke Jambi pisang dipangkas,  ayam berkokok menghadap ke Jambi ayam dibunuh, manusia menghadap ke Jambi manusia dikubur hidup-hidup.
      Rapat di atas Bukit Sitinjau Laut ini menegakkan/men­dirikan balairung sebesar 7 x 8 depa, berbangun segitiga, atapnya pun tiga warna.
a.      Atap dari ijuk, Minangkabau (Indrapura),
b.      Atap dari daun sike, Jambi,
c.       Atap dari kayu, Kerinci
Rapat ini disebut juga “Rapat Tiga Alam”.
      Adapun yang dibicarakan dalam rapat tersebut adalah
1)      Adat dengan lembaga,
2)      Undang dengan teliti,
3)      Syarak dengan kiasnya
Kerbau dari Bukit Siguntang-guntang (antara Jambi dengan Palembang),
Cabe dari Kerinci,
Garam dari Muko-Muko,
Kambing ireng dari Bukit Sitinjau Laut.
      Acara rapat dibuka setelah makan bersama, yaitu kerbau dan kambing disembelih, daging dimakan, tulang dikubur, darahnya dikacau (dikocok) menjadi “Karang Setia” nan semangkuk, nyawanya dipersumpahkan.
Kepeng sekepeng dibelah tiga. Sepertiga jatuh ke Ranah Bali Angin (Jambi) menjadi Gajah Putih di seberang laut. Sepertiga dicampak ke Alam Minangkabau menjadi Buayo Kumbang di Pagaruyung. Sepertiga dicampak ke Ranah Alam Kerinci menjadi Nago Sakti Bergelang Emas (Emas Rajo Mas Jenang).
Keputusan Rapat Sitinjau Laut:
1)      Gunung yang memuncak Gunung Yang Dipertuan
Laut yang berdebur Laut Depati IV
Adat alam Kerinci adalah Adat bersendi syarak
Syarak bersendi Kitabullah
Undang kembali ke Minangkabau
Teliti kembali ke Kerinci 
2)      Ke atas sepucuk, ke bawah Seurat, seiya sekata, kalau datang musuh dari hilir sama-sama ke hilir, kalau datang musuh dari mudik sama-sama ke mudik, dan kalau datang musuh dari tengah sama-sama dikepung.
3)      Tanah nan bergabung sungai nan berlaras hak milik masing-masing, derajat berlain-lain. Terasa gedang hendak melando, terasa panjang hendak melilit,  bersutan di mata beraja di hati, berbenak di empu kaki. Kok keruh diperjenih kok silang diperpatut, perhukum ada di tangan rajo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.