Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia
(2005: dikatakan bahwa bebas adalah lepas sama sekali (tidak terhalang,
tidak terganggu); lepas dari kewajiban dan sebagainya; tidak dikenakan; tidak
terikat atau terbatas; merdeka; dan tidak terdapat lagi sesuatu. Makna yang
terkandung dalam kata bebas itu adalah makna yang apa adanya yang
disebut sebagai makna denotatif.
Dalam hal pemadanan kata asing ke
dalam bahasa Indonesia ,
kata bebas kita pakai dengan sangat baik. Istilah free and open
market kita padankan dengan istilah pasar bebas dan terbuka. Istilah
freedom of the press kita padankan dengan istilah kebebasan pers. Istilah
free hip circle kita padankan dengan istilah putaran pinggul bebas,
Istilah free kick dipadankan
dengan istilah tendangan bebas. Istilah freestyler dipadankan
dengan istilah pegaya bebas. Banyak lagi kata bebas yang kita padankan dalam
menerjemahkan istilah free- dari bahasa Inggris. Di samping itu, kata bebas
yang tidak berupa hasil pemadanan kata dari bahasa asing itu juga terpakai
dengan sangat produktif. Dalam bidang politik kita mengenal istilah bebas
aktif. Dalam bidang pilkada kita mengenal istilah bebas pilih.
Dalam
era reformasi, kita selalu dihantui oleh kata “bebas”. Kata-kata bebas berpendapat, bebas menyampaikan isi
hati, bebas berbicara merupakan hal yang selalu didengung-dengungkan oleh
masyarakat negeri ini. Ungkapan bebas
berbicara mengundang makna ”boleh berbicara tanpa ada larangan”. Dengan
kata lain, orang-orang tidak dilarang berbicara.
Hal tersebut memang dapat kita lihat
di mana-mana, sampai-sampai keadaan itu tidak terkendali sehingga unjuk rasa
yang digelar secara anarkis pun nyaris tidak dapat dilarang. Itulah kekuatan
sebuah kata ”bebas” yang mengendalikan
para peunjuk rasa itu. Dengan kata ”bebas mengungkapkan isi hati”, para peunjuk rasa mempunyai kekuatan, bebas
mengatakan apa saja, bebas bersuara. Bukankah kita memiliki hak untuk berbicara,
bahkan bebas berkata kasar, bebas mencaci maki?
Makna
kata bebas yang mendukung ungkapan
”bebas berpendapat” dan ”bebas berbicara” di dalam konteks itu jelas sekali
menyatakan ”boleh berbuat”, ”tidak dilarang”, dan ”tidak boleh takut”. Makna
”bebas” seperti itu ditangkap oleh beberapa masyarakat kita dengan rasa takut.
Maklumlah, kata ”bebas” itu dapat berbayangkan anarkis, seperti pembakaran,
penjarahan, dan pemerkosaan, terutama dihubungkan dengan masa awal reformasi
itu. Oleh sebab itu, tidak begitu salah jika masyarakat kita selalu waspada
dengan kata ”bebas” itu, bukan?
Hal
yang disebutkan itu sangat berpengaruh pada kata ”bebas banjir”. Salah satu
pengembang (developer) KPR, umpamanya, memberi suatu jaminan rumah yang
dikembangkannya itu dengan istilah ”bebas banjir”. Hal tersebut ditangkap
sebagai ”banjir dapat bebas masuk ke mana-mana”, padahal yang dimaksudkan itu
adalah bahwa daerah perumahan itu ”tidak ada banjir”, ”terbebas dari banjir”.
Seperti halnya ungkapan ”bebas berbicara” yang berarti pembicaraan boleh ke
arah mana pun, ungkapan ”bebas banjir” juga mempunyai makna seperti itu, banjir
bebas masuk halaman, pekarangan, dan rumah. Apalagi, pada musim seperti ini,
betul-betul KPR yang dikatakan ”bebas banjir” itu kemasukan air, alias
kebanjiran.
Kalau
begitu persoalannya, salahkah istilah bebas
banjir dipakai untuk makna ”tidak akan terjadi banjir”? Kalau istilah itu
tidak tepat, istilah apa yang dapat dipakai untuk mengatakan konsep seperti
itu?
Kita
mengenal berbagai istilah ”bebas”, seperti bebas
parkir, bebas naskoba, dan bebas becak. Makna yang dikandung oleh
ungkapan itu adalah ”terbebas dari” sehingga makna itu akan menjadi terbebas
dari parkir, terbebas dari narkoba, dan terbebas dari becak. Dengan demikian,
orang dilarang parkir, dilarang memakai narkoba, dan dilarang membawa becak. Dengan
demikian, kita menemukan makna kata ”bebas” yang sangat bertolak belakang dalam
pemakaiannya dari makna sebelumnya, yaitu ”bebas bicara” dan ”bebas narkoba”.
Yang pertama mengandung makna ”dibolehkan” dan yang kedua justru bermakna ”dilarang”.
Sejak
zaman kemerdekaan Indonesia, kita mendengar kata bebas yang dipakai untuk istilah ”tidak terdapat
orang yang tidak dapat membaca lagi”, yaitu ”bebas buta huruf”. Umpamanya, ada
kalimat ”Kerinci bebas buta huruf”. Hal itu tidak berarti orang yang buta huruf
di Kerinci ada di mana-mana, tetapi tidak ada lagi orang yang buta huruf di
Kerinci. Makna ”bebas” seperti itulah yang disandang oleh kata bebas narkoba,
bebas parkir, dan bebas becak. Istilah ”bebas buta huruf” dipakai dengan taat
asas dengan makna ”tidak ada lagi orang yang buta huruf”.
Kalau
istilah bebas buta huruf dapat dipakai dengan baik, tentu bebas parkir, bebas
narkoba, dan bebas becak dapat dipakai dengan makna yang sama. Tidak terkecuali
munculnya kata-kata bebas yang lain
secara taat asas, seperti kata bebas asap
rokok, bebas bising, dan bebas
malaria. Secara taat asas kata itu muncul dengan baik dengan memakai
istilah bebas.
Ada
orang yang mengusulkan, bagaimana kalau kata bebas seperti itu diganti saja mengatakannya dengan kata ”dilarang”
sehingga ada kata dilarang parkir, dilarang memakai narkoba, dilarang merokok,
dan dilarang memakai becak?
Kata bebas pada kata-kata itu sebenarnya
mengacu kepada ”tempat” dengan arti bahwa di tempat itu terbebas dari narkoba.
Kata dilarang tidak mengacu pada
tempat, tetapi mengacu pada perbuatannya. Oleh sebab itu, bebas asap rokok dan dilarang
merokok dua kata yang nuansa maknanya tidak sama benar. Kemudian, kata
bebas bising dan bebas malaria, tidak dapat diganti dengan kata dilarang
berbising, dan dilarang menderita malaria. Ketiga kata terakhir itu jelas
menunjukkan ”tempat” yang berkeadaan atau dikondisikan mempunyai sifat seperti
itu. Pembentukan kondisi tersebut juga kita temukan pada kata bebas bea dan
bebas pajak. Walaupun demikian, tetap saja
bebas bising dan sebagainya itu tidak sama dengan bebas bicara. Kata itu masing-masing menyandang maknanya
sendiri-sendiri. Tampaknya, kata bebas yang
diikuti oleh verba atau kata kerja mempunyai makna ”dibolehkan”, sedangkan kata
bebas yang dikuti oleh nomina atau
kata benda mempunyai makna ”tidak diizinkan, tidak dibolehkan, atau dilarang”.
Masihkah Anda ragu dengan kata ”bebas”?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.